yuni

Rabu, 11 Mei 2016

asal usul sungai pinang

ASAL USUL NAMA DESA SUNGAI PINANG
Kondisi ini tidak terlepas dari sejarah masa kejayaannya. Yaitu di era Pemerintahan Marga Pegagan Ilir Suku II yang berpusat di Sungai Pinang, dengan H. Abdul Chalik sebagai pasirahnya.
Pasirah H. Abdul Chalik yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Liting memerintah dalam kurun waktu hampir empat dasa warsa, yaitu 36 tahun. Ia sosok pemimpin yang karena kejujuran dan kebijaksanaannya sangat dicintai oleh rakyat. Pemerintahan Marga Ilir Suku II diresmikan oleh Pemerintah Belanda berdasarkan kitab oendang-oendang Simboer Tjahaya, yang diberlakukan oleh Resident Palembang tanggal 14 Januari 1928.
Nama Sungai Pinang sendiri berasal dari kata Batangari Pinang, yaitu salah satu anak Sungai Ogan. Anak sungai ini melintasi desa yang tadinya belum diberi nama tersebut. Batangari dalam bahasa Suku Ogan berarti sungai. Di muara batangari yang melintasi desa (Sungai Pinang, sekarang) terdapat (tanaman) pohon pinang. Adalah Poyang Wadin yang menanam pohon pinang itu, sebagai penanda jalan pintas menuju ke Desa Kandis – yang sekarang masuk Kecamatan Rantau Alai.
Batangari Pinang sendiri akhirnya bermuara kembali di Sungai Ogan. Artinya anak sungai ini bermuara dan berkuala di sungai yang sama (Sungai Ogan). Oleh sebab itulah, Desa Sungai Pinang bak sebuah pulau yang dikelilingi sungai. Pada masa keemasan Sungai Pinang, muara Batangari Pinang sangat ramai dilalui perahu dan rakit. Malah di daerah muaranya pernah terdapat pasar. Situasi berubah setelah jalan darat dibangun. Karena lalu lintas sungai sepi, akhirnya pasar muara itu pun tidak ada lagi.
Beberapa desa yang dilalui Batangari Pinang antara lain ; Lebak Gemuruh, Lebak Kayu Kelat, Lebak Lagam, Lebak Matang Kandis, Lebak Lebung Gabus.
Berdirinya Desa Sungai Pinang diawali dengan ditugaskannya Poyang Wadin ke sana oleh Pemerintah Belanda, yang berkedudukan di Palembang. Poyang Wadin diserahi tugas memungut Blaasting (pajak/retribusi) bagi perahu/kapal/rakit yang melintasi Batangari Pinang. Sejenis toll, pada masa sekarang. Sebagian hasil pajak itu dipergunakan untuk pemeliharaan sungai. Jadi tidak usah heran jika Batangari Pinang saat ini sangat terawat. Tiap tahun dilakukan pengerukan agar sungai tidak mendangkal.
Tidak diketahui persis awalnya, lama kelamaan orang menyebut desa yang berada di muara Batangari Pinang itu sebagai Desa Sungai Pinang. Zaman berganti. Seiring dengan dibangunnya jalan darat, perkembangan situasi desa pun berubah. Penduduk yang semula seakan saling berlomba mambangun rumah di tepi Batangari Pinang, kini bergeser ke arah darat (dekat jalan raya).
Karena human relations –nya baik, Poyang Wadin diterima baik oleh masyarakat setempat. Ia menjadi tokoh yang disegani. Pada saat berdiri Pemerintahan Marga Pegagan Iir Suku II, cucunya yang bernama H. Abdul Chalik (Pangeran Liting) diangkat jadi Pasirah. Tentu saja ia dipilih secara demokratis oleh rakyat semarga itu. Dengan masa pemerintahannya selama 36 tahun, ia termasuk salah satu pasirah paling lama berkuasa. Setelah Pangeran Liting melepaskan jabatan, pemerintahannya dilanjutkan oleh putra pertamanya H. Malian.
Catatan :
Poyang = Orang tua buyut/sebelum buyut
(berasal dari kata nenek moyang/leluhur).

1 komentar: